Thursday, March 8, 2012

HP dan Kartu Perdana Murah

Teknologi selalu berkembang dan terbarukan sehingga beberapa item teknologi masa lalu harganya semakin murah karena penyebaran produk aplikasi teknologi itu semakin banyak di pasar dan ada penambahan teknologi untuk penyempurnaan produk.

Saya ingat ketika dahulu sekitar tahun 1996-1997 mulai mengenal HP. Saya harus berpikir puluhan bahkan ratusan kali ketika memutuskan untuk beli dan memelihara HP karena harganya yang lumayan mahal. Saya ingat, dahulu pola pikir sederhana saya adalah ketika saya memutuskan memelihara HP berarti saya harus siap memberi makan dalam arti membeli pulsa yang rutin setiap bulan atau durasi waktu tertentu. Kata guyonan saya pada teman adalah, 'Membeli HP itu mudah tetapi ngopeni biar HP bisa tetap aktif untuk 'kring hallo' dan 'SMS' itu perlu modal dan ketersediaan dana terus yang rutin dan masuk dalam pos anggaran pengeluaran.'

Saat ini saya melihat harga HP dan Kartu Perdana semakin murah padahal HP pertama yang saya miliki adalah Nokia C25 yang sering disebut dengan Nokia Pisang dan harus saya tebus seharga Rp. 550.000,- dalam kondisi bekas pakai alias barang second. Kartu Perdana yang saya beli adalah Kartu Seluler Mentari dengan harga Rp. 400.000,- barang baru walaupun dahulu kartu bekas juga banyak diperjual-belikan tetapi saya tetap membeli kartu perdana baru karena saya tidak ingin terbawa-bawa pada kisah masa lalu si pemilik kartu bekas. Jadi saya mengeluarkan dana total sebesar Rp. 950.000,- untuk sebuah HP bekas dan Kartu Perdana baru. Tahun 1996-1997 itu termasuk barang mewah karena saya harus mengumpulkan uang dari bisnis kecil-kecilan jualan batik, kaos, sprei di Jogja di sela-sela tugas saya belajar menuntut ilmu di sebuah PTS.

Anda jangan membayangkan bahwa HP seharga itu sudah menggunakan teknologi modern seperti yang saat ini banyak dipasang dalam HP China. Nokia pisang cuma bisa buat telp dan sms, tanpa teknologi MP3, 3G, apalagi dipasangi program Social Media seperti Facebook, Twitter dan kirim email. Teknologi di tahun itu masih super jadul jika dibandingkan dengan teknologi yang berkembang sekarang dimana dengan uang Rp. 550.000, anda bisa mendapatkan HP modern yang bisa membuat serasa 'dunia dalam genggaman' karena kaya fitur dan aplikasi.

HP nokia c25 sekitar 2 tahunan saya miliki dan terus berganti-ganti. Saya tidak tahu lagi jejak si tua itu sekarang. Mungkin sudah masuk tempat peleburan atau teronggok di sudut sepi karena sudah saya tukar tambah dengan HP yang kondisinya lebih bagus. Sedangkan untuk kartu perdana Mentari, Alhamdulillah sampai saat ini masih saya pelihara karena kartu ini memiliki banyak kenangan sejarah dan klien /relasi mencatat nomor kartu ini untuk berkomunikasi. Saya merasa sayang jika harus berganti dengan kartu baru sehingga (karena kebutuhan) saya menambah lagi membeli HP dan Kartu Perdana baru yang lain jenis.

Saat ini saya memakai 3 nomor kartu provider yaitu Mentari (beli tahun 1996-1997), Flexy (beli tahun 2003) dan Simpati (beli tahun 2010).

Oiya, Flexy saya juga mahal harganya. Tahun 2003 saya harus menebus HP + Nomor Flexy dengan harga Rp. 1,7 juta karena saat itu saya pertama kerja di Jakarta dan Flexy merupakan alternatif komunikasi yang murah meriah. Saat itu saya membeli secara bulk/ rombongan bersama teman 1 kantor sekitar 10 orang saat ada pameran Flexy di (kalau tidak salah) PRJ - Pekan Raya Jakarta. Kami memiliki nomor yang berurutan 10 digit menurun sehingga memudahkan komunikasi di kantor.

Sedangkan kartu Simpati saya beli ketika saya harus tugas luar kota selama 6 bulan dan kebanyakan relasi di kota itu memakai Simpati. Saya membeli HP dan Kartu Perdana murah saja cuma membayar Rp. 340.000,- komplit. HP tidak perlu yang canggih, cukup made ini China, karena tujuan saya hanya komunikasi sementara tetapi sampai saat ini masih tetap saya pelihara dengan pulsa minimal setiap bulan. Fungsi HP cadangan ini hanya sebagai HP penerima saja, untuk komunikasi keluar saya menggunakan Mentari dan Flexy.

Itulah cerita saya soal HP dan Kartu Perdana Murah ... bagaimana cerita anda?

No comments:

Post a Comment