Beda cara pandang Antara Penerbit Versus Pemasang Iklan
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini banyak banget publisher Indonesia dan negara2 lain yang dibanned akun Google Adsense-nya dengan alasan yang masih misterius karena hanya Tuhan dan sistem bot Google yang tahu pasti alasan hukuman itu.
Beberapa publisher yang bermain black hat mungkin bisa menerima keputusan itu karena mereka sadar bahwa mereka telah bermain curang dengan memanfaatkan berbagai trip optimasi untuk menaikkan komisi Adsense-nya. Tetapi publisher yang bermain putih (ukuranya ada yang semi putih alias abu-abu dan yang memang putih bener bagai salju) sering merasa kecewa dan mempertanyakan alasan banned tersebut.
Tetapi, mereka semua bagai bertanya kepada rumput-rumput yang bergoyang karena tidak pernah ada balasan. TOS Google adalah hukum wajib yang harus diikuti. TAKE IT OR LEAVE IT! KALAU MAU IKUT YA HARUS NURUT DAN KALAU GA SETUJU YA SILAHKAN CARI YANG LAIN, GA USAH IKUT ANE!, mungkin begitu nilai dari TOS Google.
Saya sudah menjelajahi berbagai website dan blog dan sampai saat ini hanya menemukan 1 tulisan soal publisher yang menggugat Google untuk mencairkan uang komisinya setelah kena bagai banned GA. Memang akhirnya komisi bisa cair tetapi ya akunnya tetap kena banned.
MASALAH
Beberapa teman di komunitas Internet Marketing selalu menduga-duga bahwa mungkin badai banned ini disebabkan beberapa pemasang iklan protes karena setelah memasang iklan adword eh tidak bisa menghasilkan penjualan seperti yang sudah diharapkan. TANYA: KENAPA?
SOLUSI
Begini, kebetulan saya bekerja (dalam dunia nyata) di bidang (katakanlah semacam) konsultan marketing yang menangani beberapa klien dengan beberapa ukuran mulai kecil, sedang dan bisar serta super besar.
Saya akan sedikit bercerita soal hubungan Antara Penerbit dan Pemasang Iklan. Catatan ini adalah hasil pengalaman dari saya yang bekerja di bidang offline dan untuk dunia online terus terang saya masih seorang nubita yang harus banyak belajar pada para mastah dan saudara2 seperjuangan semua.
Klien pasang iklan itu sebuah komunitas yang unik. Banyak orang yang sukses membangun bisnisnya dengan ilmu otodidak dan tanpa pengetahuan yang memadai. Mereka yang memulai bisnis dari NOL rata-rata sangat percaya diri dan sering mengabaikan saran/ solusi /pertimbangan dari orang lain.
Mereka adalah generasi tua yang sukses dan perusahaannya terus berkembang sehingga bisa menggaji orang sesuai dengan bidang yang dibutuhkan tetapi (dalam beberapa kasus) si pemilik bisnis tetap sebagai pengendali tunggal. Bisnis ini menjadi semacam bisnis keluarga tradisional yang menempatkan pemilik menjadi TOP NUMBER 1 walaupun operasional hariannya diserahkan kepada orang lain. Semua keputusan bisnis harus diketahui dan mendapat persetujuan THE MASTER yang sering berpikir dalam kerangka masa lalu yang jelas berbeda dengan kondisi saat ini.
Apa hubungan penjelasan diatas dengan pemasang iklan online?
Dalam beberapa kasus saya sering menjumpai ada klien yang keukeh alias ngotot mempertahankan idenya soal pemasangan iklan walaupun saya sudah menyampaikan beberapa argumen yang bertujuan agar pemasangan iklannya menjadi efektif sesuai tujuan.
Memang harus diakui bahwa ada beberapa tujuan orang memasang iklan yaitu:
1. memperkenalkan produk
2. meningkatkan omset penjualan produk
3. branding alias hanya mengingatkan memori konsumen akan produknya.
Alasan yang lain, silahkan ditambahkan karena saya lupa. hehehe
Berdasarkan pengalaman saya, alasan nomor 1 dan nomor 3 itu lebih mudah disiasati tetapi tetap dalam konsep yang efektif dan tepat sasaran.
Nah, alasan nomor 2 ini yang repot penerapannya kalau klien tetap ngotot dengan kemauannya dan tidak mau menerima saran kita.
Belum ngerti?
Begini ...
Misalnya, Ada klien yang memang produknya sudah menjadi RAJA KECIL di daerahnya sehingga dia merasa sudah amat sangat jagoan sekali dan menganggap bahwa seolah-olah produknya disukai dan pasti dibeli oleh konsumen yang jauh lokasinya dari tempat jualannya. Padahal ya lapaknya cuma ada di 1 tempat itu dan dia tidak membuka cabang / perwakilan di tempat lain untuk mengantisipasi permintaan konsumen.
Si boss ini tetap yakin bahwa dia harus pasang iklan di media nasional yang jangkauannya se-INDONESIA RAYA, padahal (misalnya) dagangannya adalah SOP KAKI KAMBING KHAS BETAWI TANAH ABANG. Memang sih siapa yang enggak kenal dengan makanan ini? Di sekitar tanah abang atau malah Jabodetabek ya produk itu sudah menjadi merk dagang andalan yang bisa menghasilkan penjualan bagus bahkan melimpah ruah. Konsumen akan rela antri sampai berjam-jam untuk menikmati menu kuliner itu.
Si boss ingin menambah konsumen baru dan berniat melakukan promo besar-besaran di berbagai media cetak, elektronik bahkan online untuk memperkenalkan produk sekaligus berharap ada konsumen baru yang mampir ke warungnya, artinya ya tujuan akhir tetap omset meledak ratusan prosen.
Saya sebagai konsultan sudah menyarankan agar si boss mau membuka cabang di lokasi ini dan itu dan baru melakukan super kampanye agar konsumen tidak menemui kesulitan untuk mencoba dan membeli SOP KAKI KAMBING nan laris manis dan super lezat itu.
Tetapi si boss berkata, "He, tong! Loe anak kemarin sore dah berani nyuruh-nyuruh ane nyang jualan sebelum eloe lair. Ane dah banyak makan asem garem. Udah deh, ga usah ini itu ... tugas elo ya cukup iklan ane dipasang di media ini itu. Ane dah yakin 1000% kalau dagangan ane pasti laris. Loe sendiri kan bisa lihat buktinya. Lapak ane selalu penuh. Kalau ane pasang iklan gede-gedean ya pembeli dari sono ... sono ... dan sono ... pasti mau datang ke warung ane. Berapa harga iklannya? Loe pasang aja deh! Nanti ane bayar... CASH! KAGAK PAKE NGUTANG!"
Nah... loe! Bingung nggak?
Ketika kampanye itu sudah jalan dan terbit di media iklan se-INDONESIA RAYA ya tentu saja memerlukan dana yang tidak sedikit. Apalagi kalau si boss ga pilih-pilih medianya alias semua media diambil. Kalau dalam dunia Internet Marketing, semua niche diambil agar iklannya selalu nongol.
Akibatnya apa? Penjualan tidak seperti yang diharapkan!
Iklan yang terbit misalnya di media cetak yang terbit di Irian Jaya, Aceh, Bali, Ujung Pandang, Pontianak dan kota-kota lain yang jauh letaknya dari Tanah Abang Jakarta ya jelas tidak mungkin menghasilkan konsumen baru. Kalau sebagai berita kuliner iya harus diakui, tetapi sebagai iklan kuliner yang berharap kenaikan omset? Upsss.... nanti dulu bang!
[bersambung]
No comments:
Post a Comment